RadarKriminal id, Jakarta – Sidang Promosi Doktor Ilmu Hukum, Bapak Dr. Hendri Agustian, S.H., M.Hum. (Ketua Pengadilan Negeri Cikarang). Pada hari Rabu, 22 Oktober 2025, Pukul 10.00 WIB yang dilaksanakan di Lantai V Gedung Rektorat Universitas Jayabaya. Dengan Judul disertasi “REFORMULASI KEWENANGAN PENJABAT KEPALA DAERAH (PJ) UNTUK MEWUJUDKAN
SISTEM PEMERINTAHAN YANG DEMOKRASI DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM”
Dipimpin oleh Ketua Sidang Prof. Dr. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.Hum. yang merupakan Rektor Universitas Jayabaya sekaligus Ketua Sidang dan Promotor, Dr. H. Yuhelson, S.H., M.H.,
M.Kn. (Direktur/ Pengawas Sidang), Pro. Dr. Abdul Latif, S.H., M.H. (Ketua Tim Penguji), Dr. Atma Suganda, S.H., M.H. (Ko-Promotor), Dr. Krostiawanto, SHI., M.H. (Anggota Tim Penguji), Dr.
Maryano, M.H., MM., CN. (Anggota Tim Penguji), Dr. Dhoni Martien, S.H., M.H. (Anggota Tim
Penguji), dan Penguji eksternal Prof. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. yang merupakan mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia periode 2020 – 2024., Dan Prof. Dr. Hamdi,
S.H., M.Hum. yang merupakan Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
Bapak Dr. Hendri Agustian, S.H., M.Hum. Lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,98 dengan predikat Cum Laude.
Ringkasan/ Abstrak
Fenomena penunjukan Penjabat (Pj) Bupati dalam masa transisi menjelang Pilkada Serentak
2024 menghadirkan persoalan serius terkait kepastian hukum, legitimasi demokratis, serta
potensi penyalahgunaan kewenangan. Dalam praktik, Pj Bupati sering bertindak seolah kepala daerah definitif, padahal kedudukannya bersifat transisional. Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum karena batas kewenangan tidak diatur secara tegas dalam peraturan
perundang-undangan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum kewenangan Pj Bupati pada masa transisi Pilkada 2024 serta bagaimana reformulasi kewenangan tersebut dapat diwujudkan untuk menciptakan kepastian hukum dan mendukung
sistem pemerintahan daerah yang demokratis Penelitian ini menggunakan teori kepastian
hukum, teori kewenangan, dan teori good governance sebagai landasan konseptual. Teori
kepastian hukum menekankan kejelasan norma agar tidak multitafsir, sementara teori
kewenangan menjelaskan pentingnya atribusi, delegasi, dan mandat yang tegas untuk
membatasi ruang gerak Pj Bupati. Teori good governance digunakan untuk menilai bagaimana
reformulasi kewenangan dapat menjamin transparansi, akuntabilitas, dan netralitas birokrasi.
Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan
perundang-undangan dan konseptual. Data yang dipakai berupa bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier yang dianalisis secara kualitatif dengan teknik analisis bahan hukum deskriptif-analitis Hasil penelitian menunjukkan bahwa reformulasi kewenangan Pj Bupati merupakan kebutuhan mendesak guna menghindari tumpang tindih kewenangan dan penyalahgunaan jabatan. Reformulasi ideal mencakup pembatasan tegas agar Pj Bupati hanya
menjalankan fungsi administratif dan operasional, bukan kebijakan strategis jangka panjang.
Temuan penelitian menegaskan pentingnya kodifikasi kewenangan dalam regulasi setingkat undang-undang, penerapan konsep akuntabilitas ganda (kepada pemerintah pusat dan
masyarakat daerah), serta larangan eksplisit bagi Pj untuk mengambil keputusan strategis
seperti mutasi pejabat atau penyusunan RPJMD. Kesimpulannya, reformulasi kewenangan Pj Bupati tidak hanya relevan pada masa transisi Pilkada 2024, tetapi juga untuk jangka panjang,
karena keberadaan Pj merupakan konsekuensi konstitusional dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia.
( Sodikin )

















