RadarKriminal.id, Kabupaten Bogor, Jabar – Sengketa lahan di kawasan Dramaga Pratama, Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, yang menyeret nama anggota DPRD Kabupaten Bogor, M. Hasani, ST, kian kompleks. Kasus ini bahkan sudah masuk ranah hukum dengan laporan ke Polda Jabar Nomor: LP/B/384/VIII/2025/SPKT/POLDA JAWA BARAT.
Hasani akhirnya membeberkan kronologi kepemilikan tanah seluas 3.138 meter persegi yang dipermasalahkan. Ia menyebut sejak awal tanah tersebut merupakan tanah adat atas nama Elam Peot, dan pada 2016 resmi dibeli dari ahli waris tunggal bernama Omi dengan bukti girik.
“Begini kronologis pembeliannya, sejak saya tinggal di perumahan itu tahun 2008, tanah tersebut statusnya tanah adat. Saya beli resmi tahun 2016 dari ahli waris pemilik pertama,” terang Hasani kepada Wartawan, (4/9).
Ia lalu menawarkan tanah itu kepada calon pembeli, Dini, pada September 2023. Proses transaksi berlangsung dengan prosedur resmi di hadapan notaris. Uang muka dibayarkan pada 5 September 2023, tunggakan PBB dari 2019–2023 ia lunasi pada 30 Oktober 2023, dan pelunasan akhir dilakukan pada 5 Desember 2023.
Namun, langkah pembeli untuk meningkatkan Akta Jual Beli (AJB) menjadi sertifikat justru membuka masalah baru. Pada 31 Januari 2024, BPN menyampaikan bahwa lahan tersebut sudah terbit Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Surya Pelita Pratama sejak 6 September 2023.
“Saya heran, kenapa bisa SHGB keluar lebih dulu, sementara saya baru membayar PBB pada 30 Oktober 2023? Bagaimana mungkin tanah yang saya beli dari ahli waris sah tiba-tiba menjadi milik developer?” ungkap Hasani, politisi dari PPP itu.
Mediasi di kantor BPN pada 14 Mei 2023 mempertemukan sejumlah pihak, termasuk ahli waris Omi, Kepala Desa Cibadak Liya Muliya, staf desa, kuasa hukum pembeli, serta staf BPN. Sayangnya, pihak PT Surya Pelita tidak hadir. Dalam pertemuan tersebut, Kepala Desa Cibadak menegaskan tidak pernah mengeluarkan surat apa pun kepada pihak developer.
“Dalam pertemuan di atas, saya sempat menanyakan terbitnya SHGB itu tahun berapa bulan apa dan tanggal berapa, dan BPN menjawab waktu itu tahun 2023 bulan September tanggalnya 30,” jelas Hasani.
BPN sempat menjadwalkan mediasi lanjutan pada 16 Juli 2025, tetapi PT Surya Pelita kembali tidak datang. Hingga kini, agenda mediasi ketiga masih menunggu kepastian undangan.
Pengacara Deni Firmansyah, SH: Klien kami rugi besar Materil dan Immateril atas ulah tergugat
Sementara itu, kuasa hukum penggugat atau pembeli tanah, Deni Firmansyah, SH, menilai kliennya sudah dirugikan besar-besaran.
“Beliau bebas berstatement apapun, namun faktanya klien saya telah dirugikan akibat perbuatan tersebut, klien saya telah mengeluarkan uang miliaran rupiah, jelas tanah tersebut adalah milik orang lain,” ucapnya.
Ia menegaskan proses hukum tetap berjalan. “Kita kembalikan pada pembuktian di Kepolisian dalam ranah pidana dan Perbuatan Melawan Hukumnya di Pengadilan Negeri Cibinong. Dan juga harus faham bahwa SPPT PBB bukan merupakan bukti kepemilikan sah atas tanah,” imbuh Deni.
Kini, masyarakat menanti akhir dari kisruh ini. Hasani mengaku sama-sama dirugikan, sementara pembeli menegaskan kerugian materiil yang dialami. Peran BPN pun menjadi sorotan utama dalam menjawab tumpang tindih administrasi lahan yang berujung sengketa.
(YBS)