Radarkriminal.id, Kab Bekasi, Jabar — Kasus penemuan penampungan ilegal limbah minyak jelantah B3 di Perumahan Grand Cikarang Village, Blok R 8 No. 19, memasuki babak baru dengan munculnya ancaman dan intimidasi terhadap awak media.
Seorang pemasok minyak jelantah, R. Sihombing, yang diduga terlibat dalam jaringan pengelolaan limbah ilegal, secara terang-terangan melarang peliputan lebih lanjut dan mengancam awak media melalui sambungan telepon. Pernyataan Sihombing, “Bapak jangan ke situ lagi, itu bukan urusan bapak,” menunjukkan upaya sistematis untuk membungkam informasi publik dan menghambat proses investigasi. Ia membedakan akses informasi, memberikan akses bebas kepada aparat penegak hukum dan pemerintah desa, namun secara tegas melarang awak media mendekati lokasi.
Pernyataan, “Kalau aparat… sah-sah saja, tapi kalau wartawan datang, mengganggu kenyamanan kami,” mengungkapkan arogansi dan upaya penghalangan kerja jurnalistik.
Lebih memprihatinkan lagi, Sihombing yang mengaku sebagai aktivis, diduga memanfaatkan posisinya untuk melindungi praktik ilegal tersebut. Tindakan intimidasi ini merupakan pelanggaran serius terhadap UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang melindungi kebebasan pers dan menjamin akses informasi publik.
Upaya pembungkaman informasi ini bukan hanya menghambat pengungkapan kebenaran, tetapi juga berpotensi melindungi pelaku kejahatan lingkungan dan merugikan masyarakat luas. Pihak berwajib perlu menindak tegas tindakan intimidasi ini dan mengusut tuntas jaringan pengelolaan limbah B3 ilegal di Grand Cikarang Village, termasuk peran R. Sihombing.
Keberanian untuk menindak tegas pelaku intimidasi dan mengungkap jaringan ini menjadi tolok ukur keseriusan penegakan hukum dan perlindungan kebebasan pers di Indonesia. Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi jurnalis yang menjalankan tugasnya untuk kepentingan publik. Kebebasan pers merupakan pilar demokrasi, dan upaya pembungkaman informasi harus dilawan.
(YANTO BS)