RadarKriminal.id, Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia, menilai akan terjadi kemunduran apabila Ujian Nasional diberlakukan kembali. Sebab, menurut dia, Ujian Nasional memiliki risiko tinggi karena mempengaruhi kelulusan anak dan reputasi sekolah.Akibatnya, kata Nisa, banyak terjadi kecurangan dalam penyelenggaraan UN. “Kita sudah melihat dampak buruknya ada nyontek-nyontekan, bahkan itu dilegalisasi demi memastikan 100 persen itu lulus,” kata Nisa saat ditemui di forum diskusi yang digelar PSKP di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Nisa juga menyoroti dampak UN terhadap proses belajar anak. Sebab, kata dia, kembalinya UN akan menghidupkan paradigma bahwa anak harus dipaksa untuk belajar demi mendapat nilai yang tinggi.
“Padahal kita udah bergeser ke paradigma yang belajar itu menyenangkan, belajar itu harus dari dorongan dalam diri,” ucap Nisa. Oleh karena itu, ia menilai kembalinya UN hanya akan menimbulkan kemunduran dalam sektor pendidikan.
Terpisah, Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai kembalinya UN atau tidak harus dipertimbangkan dengan fungsi dan tujuannya. “Sebenarnya UN itu juga mungkin kita harus pertimbangkan apakah menjadi penentu kelulusan atau UN sebagai data dan informasi bagaimana peta kondisi pendidikan kita secara nasional menyeluruh,” kata dia kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, belum memutuskan apakah UN akan kembali diadakan atau tidak. Ia mengatakan masih akan menampung aspirasi dari banyak pihak sebelum mengambil keputusan.
[01.13, 31/10/2024] Irwan Santhosa Pers RadarKrim: Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) mendukung program wajib belajar 13 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah.“PAUD justru membangun kesiapan belajar,” kata Direktur Eksekutif PSPK, Nisa Felicia, saat ditemui dalam forum diskusi bernama PSPK di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Oktober 2024.
Kesiapan belajar, menurut Nisa, bukan sekedar soal membaca, menulis, dan berhitung (calistung), melainkan soal mempersiapkan anak menghadapi lingkungan baru di satuan pendidikan.
Menurutnya, pendidikan prasekolah dapat mempersiapkan anak untuk bertemu dengan orang baru, belajar menerima instruksi dari pihak lain yang bukan orang tua, belajar mengikuti aturan, dan merangsang keinginan berpikir.
Jadi, Nisa menilai, pengembangan keterampilan calistung tidak boleh menjadi tujuan utama Pendidikan Anak Usia Dini. “(Jika terlalu fokus pada calistung) pada akhirnya tidak akan ada kegiatan bermain yang sebenarnya sangat penting bagi anak-anak di usia dini,” ujarnya.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menegaskan komitmen pemerintah untuk mewajibkan pendidikan 13 tahun, khususnya pada jenjang pendidikan anak usia dini. Jadi yang 13 tahun itu bukan kelas 13, tapi PAUD, itu yang jadi fokus, kata Abdul Mu’ti kepada media saat acara serah terima di Kemendikbud, Jakarta, Senin, 21 Oktober 2024. .
[01.13, 31/10/2024] Irwan Santhosa Pers RadarKrim: Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Nisa Felicia, menilai akan terjadi kemunduran apabila Ujian Nasional diberlakukan kembali. Sebab, menurut dia, Ujian Nasional memiliki risiko tinggi karena mempengaruhi kelulusan anak dan reputasi sekolah.Akibatnya, kata Nisa, banyak terjadi kecurangan dalam penyelenggaraan UN. “Kita sudah melihat dampak buruknya ada nyontek-nyontekan, bahkan itu dilegalisasi demi memastikan 100 persen itu lulus,” kata Nisa saat ditemui di forum diskusi yang digelar PSKP di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Nisa juga menyoroti dampak UN terhadap proses belajar anak. Sebab, kata dia, kembalinya UN akan menghidupkan paradigma bahwa anak harus dipaksa untuk belajar demi mendapat nilai yang tinggi.
“Padahal kita udah bergeser ke paradigma yang belajar itu menyenangkan, belajar itu harus dari dorongan dalam diri,” ucap Nisa. Oleh karena itu, ia menilai kembalinya UN hanya akan menimbulkan kemunduran dalam sektor pendidikan.
Terpisah, Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai kembalinya UN atau tidak harus dipertimbangkan dengan fungsi dan tujuannya. “Sebenarnya UN itu juga mungkin kita harus pertimbangkan apakah menjadi penentu kelulusan atau UN sebagai data dan informasi bagaimana peta kondisi pendidikan kita secara nasional menyeluruh,” kata dia kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, belum memutuskan apakah UN akan kembali diadakan atau tidak. Ia mengatakan masih akan menampung aspirasi dari banyak pihak sebelum mengambil keputusan.
[irwan santhosa]