Radarkriminal.id, PRESIDEN Partai Buruh Said Iqbal akan melaporkan lima anggota DPR yang dinonaktifkan oleh partai politik mereka ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Rabu, 3 September 2025.Lima anggota DPR dinonaktifkan oleh partai politik mereka per 1 September 2025. DPP Partai NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Kemudian disusul DPP PAN yang menonaktifkan Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio serta Surya Utama atau Uya Kuya.DPP Partai Golkar juga menonaktifkan Adies Kadir yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPR periode 2024-2029.
Said Iqbal mengatakan tidak ada istilah nonaktif di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia akan mengadukan lima anggota DPR yang dinonaktifkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan pada Rabu (3/9/2025). Pengaduan dilakukan karena Undang-Undang Partai Politik dan UU MD3 tidak mengenal status nonaktif.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, pengertian nonaktif bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak dikenal dalam undang-undang (UU). Dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik ataupun UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahkan tidak ada satu pun pasal yang mengatur tentang status nonaktif anggota DPR.
Oleh karena itu, Partai Buruh dan KSPI akan mengadukan lima anggota DPR yang statusnya dinonaktifkan oleh partainya masing-masing. Pengaduan menurut rencana akan dilakukan pada Rabu lusa.
”Pengertian nonaktif itu, kan, tidak ada di undang-undang. Jadi, nanti biar MKD yang memutuskan apa sanksi yang diberikan kepada anggota DPR tersebut,” kata Said Iqbal di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (1/9/2025).Sebelumnya, lima anggota DPR dari tiga fraksi telah dinonaktifkan oleh partainya masing-masing. Partai Nasdem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Partai Amanat Nasional (PAN) menonaktifkan Eko Hendro Purnomo atau Eko ”Patrio” dan Surya Utama atau Uya Kuya. Partai Golkar juga sudah menonaktifkan Adies Kadir dari statusnya sebagai anggota DPR.
Menanggapi status nonaktif yang dipertanyakan publik, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia enggan menjawab. Keduanya tidak merespons pertanyaan dari wartawan saat berada di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, pun menyampaikan bahwa istilah nonaktif tidak dikenal. Langkah itu dinilai sebagai akal-akalan parpol untuk menghindari kritik publik.Jika ingin menunjukkan sikap tegas, partai seharusnya langsung memberhentikan kader tersebut dari keanggotaan partai. Dengan begitu, otomatis proses pergantian antarwaktu (PAW) dapat segera dimulai untuk menggantikan posisi yang kosong.
”Kalau dia dipecat sebagai kader, otomatis diganti, dong, sebagai anggota DPR. Tidak bisa hanya dibilang nonaktif. Itu sama saja seperti disuruh tidak masuk kerja, tetapi masih berstatus anggota DPR,” ujarnya.Tak selesaikan persoalan
Langkah partai yang memilih menonaktifkan kader justru dinilai sebagai strategi meredam kemarahan publik tanpa benar-benar menyelesaikan persoalan. ”Seolah-olah partai ingin menunjukkan tanggung jawab, tetapi sebenarnya tidak ada dasar hukumnya. Publik dianggap tidak paham aturan, padahal jelas istilah itu tidak dikenal dalam UU MD3 ataupun Tatib DPR,” kata Herdiansyah.
Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Allan FG Wardhana, menyarankan agar partai melanjutkan status nonaktif tersebut ke proses PAW. Mekanisme PAW tinggal menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 239 UU MD3 ketika salah satu alasan pemberhentian anggota DPR adalah jika diusulkan oleh partai politik.
”Parpol telah menonaktifkan sehingga parpol harus segera memberhentikan (yang bersangkutan) dari keanggotaan. Dan, kemudian digantikan oleh calon anggota lain sesuai dengan ketentuan UU Parpol dan UU MD3,” ujar Allan.
Meskipun panjang, proses pemberhentian tersebut bagi Allan menunjukkan responsivitas parpol untuk menjawab tuntutan publik yang ingin memiliki anggota DPR berkualitas dan sesuai harapan. Setelah pemberhentian rampung, parpol tinggal mencari pengganti yang kompeten dan bisa belajar dari peristiwa sebelumnya.”Tidak ada ketentuan yang mengatur nomenklatur nonaktif kalau untuk pemberhentian anggota DPR. Nomenklatur pemberhentian anggota DPR adalah PAW atau yang dalam hukum tata negara sering disebut dengan istilah recall,” ucapnya.
Penulis. Indah astriani