RadarKriminal.id, Kabupaten Bogor, Jabat — Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Fusia Meidiawaty, mengungkapkan bahwa dari 288 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Bogor, hanya 35 yang telah berhasil mendapatkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak SPPG yang belum memenuhi standar keamanan pangan.
Fusia menjelaskan bahwa sebanyak 195 SPPG telah mengikuti Pelatihan Keamanan Pangan Siap Saji (PKPSS) dan 163 SPPG telah dilakukan inspeksi lingkungan langsung oleh petugas puskesmas.
“Kami mengimbau seluruh SPPG dan pihak terkait untuk segera melengkapi persyaratan agar penerbitan SLHS dapat dilakukan secara maksimal,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).
Dinkes Kabupaten Bogor terus melakukan upaya untuk mempercepat sertifikasi higiene sanitasi di seluruh SPPG, sehingga kualitas pangan dan gizi yang layak dapat diberikan kepada peserta didik.
“Proses ini merupakan bagian dari upaya kami untuk memastikan bahwa seluruh sekolah dapat memberikan makanan yang aman dan sehat bagi siswa,” tambah Fusia.
Menanggapi ini, Aktivis Bogor Raya, Romy mengataoan jika pelatihan yang melibatkan ribuan pegawai itu belum berbanding lurus dengan pencapaian sertifikasi yang menjadi indikator utama kelayakan dapur dan penyajian makanan.
“Pelatihan sudah dilakukan, inspeksi juga sudah berjalan di 163 SPPG. Tapi mengapa hanya 35 yang lolos sertifikasi? Ini menunjukkan ada masalah serius dalam implementasi standar sanitasi,” ujarnya.
Menurutnya, minimnya capaian SLHS menimbulkan kekhawatiran akan kualitas pangan yang dikonsumsi oleh peserta didik penerima manfaat bantuan gizi (MBG).
Tanpa sertifikasi yang jelas, dapur-dapur sekolah berpotensi menjadi sumber risiko kesehatan, terutama bagi anak-anak yang seharusnya mendapatkan asupan gizi yang aman dan layak.
Dinkes memang mengimbau agar seluruh SPPG segera melengkapi persyaratan untuk mendapatkan SLHS. Namun, imbauan saja tidak cukup.
Dibutuhkan langkah konkret, pengawasan ketat, dan transparansi dalam proses sertifikasi agar tidak terjadi ketimpangan antara pelatihan dan hasil nyata di lapangan.
“Jika tidak segera ditindaklanjuti, ini bisa menjadi bom waktu bagi kesehatan anak-anak sekolah di Kabupaten Bogor,” tegasnya.
(YANTO BS)



















