RadarKriminal.id, Kabupaten Bogor, Jabar — Aliansi BEM se-Bogor menggelar aksi simbolik bertajuk “RIP Demokrasi” yang berarti matinya demokrasi. Aksi yang diikuti dari belasan kampus ini di pusatkan di Tugu Kujang, Kota Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (05/09/2025).
Aksi dimulai pukul 17.30 WIB, dengan peserta dari 11 kampus di Bogor mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka. Mahasiswa melantunkan lagu nasional, termasuk Gugur Bunga, serta membacakan puisi yang menyoroti dinamika demonstrasi sejak 25 Agustus hingga 1 September 2025.
“Aksi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Sekaligus solidaritas atas korban yang meninggal dalam rangkaian demonstrasi sebelumnya,” ujar Indra
Selain itu, kata Indra, aksi ini merupakan pengingat bahwa perjuangan mahasiswa tidak boleh berhenti. Dia juga menegaskan, mahasiswa memiliki tanggung jawab menjaga demokrasi agar tidak melemah.
“Kami tidak bisa diam ketika ada nyawa yang hilang dalam perjuangan. Aksi ini menjadi cara merawat ingatan sekaligus menegaskan komitmen mahasiswa,” jelasnya.
Indra menambahkan, perbedaan pandangan tidak boleh menjadi alasan untuk membungkam suara mahasiswa. Menurutnya, solidaritas lintas kampus menunjukkan keresahan bersama atas kondisi bangsa.
“Beda almamater, tetapi suara kami sama: menolak matinya demokrasi,” pungkasnya.
Ditempat lain Aktifis Bogor Raya Romy Sikumbang: Krisis Kepercayaan Legislatif.
Beberapa hari belakangan ini, gelombang unjuk rasa terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Peningkatan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat disebut-sebut sebagai pemicu unjuk rasa. Namun, lebih dari itu, demonstrasi meledak sebagai puncak kekecewaan publik terhadap pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat yang sering kali tidak berpihak kepada rakyat dan justru menguntungkan ego sektoral.
Gelombang demonstrasi yang merebak di sejumlah daerah ini bukanlah fenomena yang lahir secara tiba-tiba. Di balik spanduk dan coretan di dinding dan pagar, teriakan massa, serta jalanan yang dipenuhi barisan polisi, terdapat tumpukan kekecewaan publik yang telah lama mengendap.
Gelombang kekecewaan publik terhadap kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu belakangan ini dinilai harus menjadi momentum bagi partai politik untuk melakukan reformasi internal secara total.
Hanya dengan komitmen besar untuk berbenah, kepercayaan publik terhadap DPR dan partai politik
Munculnya desakan publik agar anggota legislator yang dinilai bermasalah dicopot merupakan cermin dari tekanan moral serta hilangnya kepercayaan publik. Apalagi sistem evaluasi kinerja anggota DPR saat ini masih sangat lemah.
Sehingga kinerja anggota DPR menjadi tolak ukur di mata masyarakat. Sudah diantar ke rumah rakyat selayaknya berbuatlah untuk rakyat.
(YBS/ROM/PEN)